“Ada tabiat pada tiap waktu.”
Tak semua waktu itu sama. Ada tabiat pada tiap waktu. Waktu untuk bekerja adalah kala kita menyelesaikan tidur di pagi hari, hingga siang hari. Waktu untuk tidur adalah pada malam hari. Waktu untuk bersantai adalah habis maghrib hingga isya. Salah menempatkan aktivitas pada waktunya, dalam jangka panjang, kan hadirkan akibat buruk. Memang, tubuh dan pikiran kita memiliki kemampuan tuk beradaptasi. Namun segala sesuatu yang tak pada tempatnya selalu kan hadirkan akibat negatif nan tak diduga-duga.
Di antara waktu paling produktif tuk hasilkan karya adalah mulai dini hari hingga siang hari. Padanya lah seharusnya insan paling mencurahkan kekuatannya. Ada jebakan bagi insan pada hari libur. Sejuknya udara pagi kerap menggoda kepala tuk diletakkan di atas bantal lagi. “Bangun, nanti rezeki dipatuk ayam,” demikian nasihat orang tua. Sejatinya ialah metafora sebab pada pagi hari tersedia banyak kebaikan. Bangun kesiangan tidak saja melewatkan kebaikan itu, melainkan juga berarti menyia-nyiakan waktu yang tak kembali.
Insan yang bangun pada pagi hari seusai tidur yang memadai kan berada pada kondisi pikiran nan jernih. Lepas penatnya, segar jiwanya. Maka segala ide yang mengendap bermunculan dalam kerangka yang baru. Tuangkanlah segera agar ia terikat, tak terbang akibat kesibukan setelahnya.
Para insan produktif adalah manusia-manusia pagi hari. Mereka tahu persis, dunia yang baru merasakan terbitnya matahari kan lahirkan ide-ide paling hangat. Kesiangan berarti ide itu mendingin. Layaknya makanan, ia yang harusnya hangat, kala telah mendingin, kehilangan kenikmatannya.
“Aku ingin bisa bangun pagi, namun rasanya sulit,” katamu.
Maka rencanakanlah, wahai diri. Tidurlah awal, agar dirimu tak kelelahan. Tidur awal, bangun awal, itulah kaidahnya mereka yang banyak karya dalam hidupnya.
Repot?
Ah, bukankah kau berkata kan sungguh-sungguh dalam hidup? Adakah kesungguhan tanpa perencanaan? Jika hanya untuk bangun pagi saja tak mau berusaha, bagaimana hendak hidup bertabur karya? Bangun pagi itu hanya tiket masuk, di dalam kau masih harus mengisinya dengan kesungguhan berikutnya.
Jika pagi telah memulai karya, istirahatkan sejenak dirimu pada siang hari. Ya, kendaraan yang terus dilaju tanpa diisi bahan bakar kan berakhir dengan mogok di jalan. Tenangkan diri dalam sujud-sujud yang dalam. Biarkan rasa terhubung mengisi jiwamu dengan energi. Usai hadirnya kesegaran, lanjutkanlah kerjamu kembali. Mungkin tak sesegar pagi hari. Wajar. Namun selalu ada berbagai jenis pekerjaan. Dan pekerjaan siang hari selayaknya adalah ia yang masuk dalam jenis yang tak terlalu memerlukan tenaga tuk berkreasi.
Lalu pada sore, rileks lah sejenak. Jangan paksa dirimu dalam laju yang tak henti. Nikmati obrolan ringan. Tenggelam lah dalam perbincangan-perbincangan yang menyenangkan. Tak semua ide lahir dari pikiran sendiri. Sungguh amat banyak ide justru muncul dari diskusi yang tak direncanakan. “Ketika dua orang bertemu dan bertukar uang seribu rupiah, masing-masing kan membawa pulang seribu rupiah. Namun ketika dua orang bertemu dan bertukar satu ide, maka masing-masing kan membawa pulang dua ide,” demikian nasihat yang kudengar.
Pada malam, beristirahatlah dalam senyap. Pejamkan mata, ikhlaskan segala. Biarkan rangkaian aktivitas yang terjadi seharian mengumpulkan maknanya. Lalu meresap dalam jiwa. Hingga terlahir kembali dalam bentuk yang berbeda keesokan harinya.