“Sedikit lagi. Tambah lagi. Adalah mantra untuk meningkatkan diri.”
Dulu aku kerap bingung, mengapa perubahan yang kuinginkan pada perilakuku kerap berujung pada kegagalan. Sampai ku temui kembali—sebab ia sebenarnya telah sering pula ku dengar—sebuah sabda Sang Nabi yang mengatakan, “Amalan yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu walaupun itu sedikit.”
Seorang guru pernah mengajarkan padaku bahwa kemahabesaran Allah menjadikan bagiNya, ukuran bukan masalah. Sesuatu yang kecil bisa menjadi besar, sesuatu yang besar bisa menjadi kecil, di hadapanNya. Amalan kecil yang dilakukan dengan kesungguhan kan bernilai tinggi. Amalan besar yang dilakukan tanpa keikhlasan dan bukan diniatkan tuk persembahan kepadaNya kan bernilai rendah.
Tentu amalan besar yang disungguhi adalah yang terbaik. Namun siapa yang sanggup untuk serta merta melakukan amalan besar dengan kontinyu? Tidak ada. Sebab amalan adalah pembangunan kebiasaan, maka ia perlu dipupuk dari sedikit dan dipelihara hingga lebat buahnya.
Salah satu tips yang rupanya cukup baik menghasilkan amalan bagiku adalah dengan memulainya, dan berkata, “Ayo sedikit lagi. Ayo tambah lagi,” seusainya. Misalnya, kuniatkan tuk shalat dhuha. Alih-alih langsung ingin 8 rakaat, misalnya, yang kerap memicu rasa malas, maka kupasang niat 2 rakaat saja. Setelah usai, kukatakan pada diriku, “Tambah lagi ah.” Lalu usai 2 rakaat kedua, kukatakan lagi, “Ah, sedikit lagi ah.” Dan ketika usai 2 rakaat yang ketiga, kukatakan, “Nanggung. Sudah 6. Sekali lagi jadi 8.”
Nah, rupa-rupanya, dalam hal yang sebaliknya tips ini sudah sering orang lakukan. Makan, misalnya. Amat jarang orang langsung meniatkan makan 2 piring. Yang ada, orang makan sepiring, lalu tergoda untuk tambah. Pun jika tak tambah sepiring lagi, ia tergoda tuk tambah cemilan-cemilan, yang ujung-ujungnya sepiring juga, bahkan lebih.
Maka mulailah, wahai diri, dari yang sedikit saja. Lalu katakan pada dirimu tuk menambahnya sedikit lagi. Lalu sedikit lagi. Dan sedikit lagi. Biarkan dirimu menyesuaikan sedikit demi sedikit. Tak ada perubahan besar sekaligus, semuanya melalui tahapan. Nikmatnya tiap perjalanan datang ketika kita sempat menengok kiri kanan. Nikmatnya perubahan hadir kala diri ini menikmati yang sedikit, sebab ia sedikit itu. Tak terburu-buru, yang berakibat hilangnya cita rasa.