Baik yang terbiasa berpuasa maupun tidak, toh di bulan Ramadhan, ada kecenderungan untuk merasa lemas dan mengantuk. Mungkin karena bangun lebih pagi tersebab sahur. Asupan yang memang tak sebanyak biasanya, sehingga tubuh menyesuaikan diri. Atau ibadah malam yang ditambah sehingga waktu istirahat berkurang. Maka memang ada kebiasaan di berbagai organisasi untuk mengurangi atau setidaknya mengatur ulang jam kerja agar tetap bisa optimal.
Sebagian orang mungkin berpikir, “Wah, puasa kok jadi mengurangi produktivitas kerja ya? Harusnya kan tidak demikian. Puasa seharusnya bukan alasan untuk menurunkan kinerja.”
Pertanyaan ini pernah pula hinggap di pikiranku bertahun-tahun lalu. Namun, seberapa keras pun berusaha, setidaknya sampai saat ini, kondisi tubuh selama berpuasa puluhan hari memang tidak sama dengan situasi normal. Jadi, bagaimana dong?
Nah, sebenarnya persoalan ini bisa dipandang dari sudut lain. Sudut yang lebih luas. Bahwa kehidupan kita tak hanya berisi pekerjaan. Pekerjaan itu penting, namun ia bukan satu-satunya aspek dalam kehidupan kita. Kita punya banyak peran, dan tiap peran membutuhkan kesungguhan. Bukan hanya pekerjaan yang butuh diseriusi.
Bulan Ramadhan, adalah bulannya dimensi spiritualitas. Bagi umat Islam, perintah berpuasa itu tujuannya jelas: menjadi insan bertakwa. Dan takwa adalah tujuan spiritual. Ialah jalan untuk berusaha senantiasa berdiri di jalan kebenaran. Ialah usaha untuk melangkah dengan penuh kehati-hatian. Dan puasa adalah medium latihannya. Di kala tubuh dilemaskan dengan berpuasa, kita jadi bisa mengambil jarak dengan keriuhan keseharian kita selama ini. Kita jadi bisa bercermin, bagaimana kita menjalani kehidupan hingga titik ini.
Bulan Ramadhan, 1 bulan di antara 12 bulan lain, memang dikhususkan untuk menjaga kesehatan jiwa. Justru dengan disungguh, dimensi jiwa ini akan menghadirkan energi usaha yang luar biasa. Namun memang ia butuh diseriusi, disungguhi. Kita memang perlu berpuasa, menambah ibadah lebih dari rutinitas biasanya, yang mungkin sekilas mengalihkan perhatian sejenak dari aktivitas kerja yang biasanya. Ia seperti orang yang sedang diopname, hanya bisa sembuh jika sungguh-sungguh berobat, memulihkan diri, alih-alih nyambi menjalankan pekerjaan. Orang sakit itu ya perlunya fokus istirahat, pemulihan.
Semua hal ada waktunya. Semua waktu ada halnya. Nyatanya kita butuh menyegarkan jiwa. Bahkan memulihkannya. Dan Ramadhan disediakan untuk itu. Maka kala Ramadhan, jalankanlah pemulihan jiwa seutuhnya. Kita memang tak mungkin meninggalkan rutinitas pekerjaan seluruhnya. Namun setidaknya luangkanlah waktu lebih banyak untuk membenahi jiwa. Jiwa ini membutuhkannya.