Perlukah Membangun Minat Baca?

Beberapa kawan kerap bertanya, “Mas, bagaimana ya biar aku suka membaca?”

Sekian lamanya aku kerap memberikan tips yang ku temukan dari sedikit pengalaman hidup, sebagai penggemar bacaan sejak SD, meskipun baru serius kala kuliah. Tapi lama-kelamaan, ku rasakan tips seperti itu tak banyak gunanya. Sebab tips itu hanya berlaku dalam pengalaman hidupku. Ia menempati ruang yang pas di dalam bentangan waktu yang ku lalui. Dalam ruang hidup orang lain? Entahlah. 

Lantas ku renungkan lebih dalam, dan belakangan ini ku temukan sudut pemikiran yang berbeda. Begini ceritanya. 

Membaca, hanyalah salah satu cara untuk mengakuisisi pengetahuan. Ada banyak cara lain yang bisa dilakukan demi mengetahui sesuatu. Namun tak bisa dipungkiri, membaca merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang paling efisien, terutama pengetahuan yang mendalam. 

Ditelaah lebih dalam, aku sebenarnya bukan menyenangi membaca. Sebab jika membaca yang ku senangi, maka aku akan membaca apapun. Nyatanya, aku tak terlalu gemar membaca novel, ia ku baca hanya karena butuh sesekali. Aku tak membaca buku-buku ilmu seperti fisika, kimia, kuliner, dll. Genre bacaan ku bahkan, jika diingat-ingat, amat sedikit. 

Jadi sebenarnya, aku bukannya gemar membaca. Aku menggunakan membaca untuk mencari pengetahuan yang sedang ku gandrungi. Dahulu kala aku menyukai seni bela diri, maka banyak buku terkait ku baca. Kemudian aku menyukai puisi, maka karya-karya penyair mengisi rak bukuku. Lalu aku belajar psikologi, kepemimpinan, manajemen, bisnis, dan sekitarnya, dan buku-buku bertema itu pun ku lahap dan koleksi. Merasa pengetahuan agama kurang, buku-buku agama pun ku beli. Dan kini, kala sedang menggemari filsafat, politik, ilmu sosial, rak bukuku penuh dengan buku-buku tentang semua itu. 

Buku-buku fisika, kimia, kuliner? Tetap tak ku baca. 

Maka sebenarnya, ku rasa aku hanya sedang menggandrungi sesuatu, dan ingin mengetahui sebanyak mungkin tentangnya. Ia bisa lewat video, mengikuti pelatihan, kursus, kuliah, diskusi. Namun selalu, sekali lagi selalu, aku perlu mengunjungi buku tentang hal itu. Sebab kekayaan pengetahuan selalu bermuara pada buku. Bukan video. Bukan podcast. Bahkan bukan kuliah. Kuliah, belajar pada guru, itu penting untuk membuka kunci-kunci awal pemahaman suatu ilmu. Namun setelah kita pintunya terbuka, kita perlu masuk ke dalamnya, berjalan sendiri dalam ruang-ruang kekayaannya. Dan selalu, sekali lagi selalu, ia tersedia dalam buku. Bahkan jurnal-jurnal penelitian pun, kala sudah matang sebagai bangunan pengetahuan, biasanya kan dirangkai jadi sebuah buku oleh para penelitinya. 

Kesimpulannya, kamu tak perlu membangun minat baca. Yang kamu perlukan adalah menemukan apa yang kamu ingin pelajari, dalami, jadi ahli, sukai, gandrungi. Lalu gali terus hingga ke kedalaman pengetahuan yang mungkin. Biasanya, kamu akan membutuhkan buku untuk dibaca. Ia yang menggemari dunia fashion karena bermula dari hobi memadu padankan busana, kan perlu membaca sejarah fashion jika pada satu saat memutuskan untuk jadi seorang desainer serius. Ia yang hanya sekedar senang berdagang kan perlu menyelami buku-buku bisnis dan manajemen jika ingin menaik kelaskan usahanya. Seorang kawan yang bisnisnya hiburan, baru-baru ini mengambil kuliah magister manajemen karena merasa mentok dengan ide-ide usahanya. 

Bagaimana jika tak mau menyelam dalam? 

Ya itu pilihan. Yang ada konsekuensinya. Ilmu kita akan hanya sampai tataran permukaan. Sebab artinya kita hanya akan menjadi konsumen ilmu siap saji yang disediakan oleh orang lain di Tiktok, Instagram, Youtube. 

Tapi membaca itu sulit dan membosankan. 

Ya. Membaca itu memang tak senikmat menonton video pendek atau mendengarkan podcast di era ini. Sebab dua yang ku sebutkan tadi adalah sajian yang disuguhkan agar kita tak terlalu banyak berpikir dan cukup menerima. Kekurangan dari menonton dan mendengar sajian media sosial adalah ia mengikis kemampuan kita berpikir. Membaca buku yang hanya berisi tulisan akan memaksa pikiran kita mengembangkan imajinasi. Ia menuntut pikiran kita untuk menyelam dalam. Dan karenanya, mengambil alih kembali kendali pikiran dari kuasa media. 

Maka saranku pada kawan-kawan semua, membacalah. Carilah minat dan bidang yang ingin—atau perlu—kau tekuni, dan galilah ilmu dengan membaca secara mendalam. Ambil alih kembali kendali pikiranmu. Dan karenanya, masa depanmu. Membaca itu membentuk diri. Kita adalah apa-apa yang kita baca. 

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *