Dua tahun pertama aku mengendarai motor, aku amat jarang berjalan terlalu jauh dari rumah dan sekolah. Aku merasakan situasi jalanan yang cukup stabil ketika itu, karena memang jalan-jalan di sekitar rumahku tidak terlalu besar.
Sesuatu yang mengejutkan ketika selepas SMU aku pindah ke Jogja, sebuah kota yang konon merupakan icon budaya di Jawa. Sebagaimana umumnya pandangan terhadap orang Jawa (aku pun keturunan orang Jawa), aku pun menilai bahwa masyarakatnya pastilah orang-orang yang amat ramah dengan budaya saling menghargai yang tinggi. Aku katakan mengejutkan sebab tak berapa lama aku mengendarai motor disana, aku merasa cukup sulit ketika akan membelok dari jalan raya menuju gang tertentu. Kalau di Jakarta aku cukup menyalakan lampu sign dan membelokkan sedikit stang motor maka orang-orang di hadapanku sudah memberikan jalan, di Jogja cara seperti ini tidak bisa bekerja. Bahkan ketika aku sudah hampir mencapai mulut gang pun, masih saja ada motor yang menyelinap di hadapan sehingga mengagetkanku (belakangan kuperhatikan banyak kecelakaan di Jogja terjadi dengan cara seperti ini).
Semua ingatan itu memantik pertanyaanku: mengapa senyum yang begitu ramah di jalan-jalan perumahan tampak amat menyeramkan di jalan raya? Keganasan yang sama memang juga terjadi di Jakarta, hanya saja aku melihat ‘mata lapar dan lelah’ dalam sorot pandangan mereka–sesuatu yang tidak kulihat di Jogja. Rasa penasaran sedikit terjawab ketika aku membaca tulisan Pramoedya dalam tetraloginya. Kurang lebih ia mengatakan bahwa orang Jawa saat ini kebanyakan hanya memahami budaya Jawa sebagai ritual, dan melupakan esensinya. Cerita-cerita, dongeng, dan berbagai kisah dilihat sebagai mistik kehebatan bin kesaktian masa lalu, dan tidak dimaknai sebagai petunjuk jalan untuk kehidupan yang lebih baik. Sangat wajar jika kemudian senyuman dipandang sebagai cara untuk menutupi niat dan ewuh pekewuh menjadi pembenaran untuk mendiamkan perbuatan rusak masyarakat.
Hmm…sejurus kemudian aku bertanya lagi: mencermati gaya hidupku, budaya apa ya yang sedang kupraktekkan sekarang?