Sudahkah Fitrah?

Ramadhan tinggal menyisakan sedikit lagi hari. Sebelah tangan pun masih tersisa untuk menghitungnya. Mengingat pesan yang selalu dikumandangkan para penceramah sejak dulu, konon katanya kita akan kembali kepada fitrah setelah selesai bulan ini. Karena itulah kemudian kita pantas berpesta di hari yang dinamakan Idul Fitri.

Sebuah pertanyaan menyeruak: benarkah aku akan kembali kepada fitrah beberapa hari menjelang?

Sebuah pertanyaan yang amat sulit kujawab dengan keterbatasan kemampuanku sendiri. Aku pun kemudian mengingat beberapa ceramah yang pernah kudengar dulu. Satu hal yang cukup sering kudengar adalah bahwa kita akan kembali kepada fitrah selayaknya seorang bayi yang baru lahir.

Iya kah? Entahlah. Yang pasti di kepalaku lalu tercetus lagi pengertian kata fitrah itu sendiri. Setahuku sih, kata fitrah paling utama disebut ketika Tuhan menerangkan kepada para malaikat ketika Ia ingin menciptakan kita: menjadi khalifah di muka bumi. Untuk itulah kemudian segala alam ditundukkan sehingga manusia dapat menggunakan pikirannya dan mengelola alam dengan baik. Diciptakanlah Sunnatullah alias hukum yang menjaga keteraturan pola interaksi kita dengan alam. Gaya gravitasi, aliran udara, bibit yang ditanam lalu disirami dan akhirnya tumbuh menjadi tanaman, air yang mengalir dari atas ke bawah, sampai pada kehidupan sosial seperti aksi-reaksi, kebaikan akan mendatangkan kebaikan begitu pula sebaliknya, dsb. Belum lagi fitrah sebagai laki-laki dan perempuan. Eit, bukan masalah perbedaan derajat loh. Tapi kenyataannya, aku tidak bisa hamil dan melahirkan bagaimanapun inginnya aku. Dilihat secara rata-rata, laki-laki juga memang punya karakter yang berbeda dengan perempuan. Jika dengan perbedaan itu kemudian keduanya harus saling melengkapi dan bersinergi itu juga fitrah.

Dari sini aku kemudian melihat puasa yang kujalani sebulan belakangan. Puasa salah satunya berarti menahan lapar, dahaga dan hubungan seksual. Ketiganya adalah kebutuhan fisik yang mutlak harus dipenuhi. Namun selayaknya kebutuhan, tentu sudah ada kadarnya. Makan kekenyangan ditambah gizi buruk dan tidak seimbang, minumlah sebanyaknya plus tanpa mempedulikan jenis cairan yang masuk, maka tubuh akan bekerja lebih keras dan tunggulah penyakit yang akan muncul. Pun dengan hubungan seksual, kadar yang berlebihan maupun kekurangan pastilah akan berpengaruh terhadap hubungan kasih sayang yang terjalin. Satu sisi, puasa mengajarkan kita yang berlebihan memenuhi itu semua agar kembali kepada fitrah takaran yang sebenarnya diperlukan. Sisi lain, ia juga membuat kita yang kekurangan agar starving dan hendaknya menambah hingga pas kadarnya.

Hal yang sama juga berlaku untuk puasa emosional dan spiritual. Agama yang masternya keseimbangan ini memang selalu mengajarkan agar kehidupan berjalan sesuai proporsinya. Yang suka marah hendaknya menahan, yang kurang tegas hendaknya lebih asertif. Sebab bukanlah sabar namanya jika ditampar pipi kanan lalu diberikan pipi kiri. Sabar adalah menangkis serangan yang mungkin akan menyakiti kita, walaupun tidak selalu harus membalas. Yang jarang menghadap Tuhan, diberikan lingkungan yang amat kondusif untuk melatih diri. Yang sudah cukup banyak ibadahnya, diingatkan untuk menjadi saleh secara sosial pula.

Berpikir seperti ini, aku pun bertanya-tanya sendiri: bisakah aku menggapai fitrah beberapa hari lagi?

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *