Seorang guru baru saja kutemukan. Stephen M. R. Covey namanya. Pernah dengar? Tidak heran, sebab namanya mirip dengan penulis buku laris The 7 Habits, Stephen R. Covey. Bagi yang pernah membaca buku legendaris itu tentu tidak asing dengan kisah green and clean yang dikisahkan Mbah Covey untuk menjelaskan tentang strategi melakukan empowerment yang efektif. Nah, si Stephen M. R. Covey inilah anak yang menjadi tokoh dalam kisah tersebut. Dalam buku The Speed of Trust yang baru saja kubaca itu, Stephen Jr. ini menjelaskan makna kisah green and clean dari sudut pandangnya sebagai anak kecil. Ia tidak paham apa itu delegasi tugas, yang ia tahu adalah bahwa ia diberi kepercayaan oleh ayahnya. Perasaan dipercaya inilah yang mengantarnya menjadi pribadi yang dapat dipercaya sepanjang hidupnya.
Satu pelajaran dalam buku itu yang menggelitik pikiranku adalah kisahnya tentang beberapa bulan menangani sebuah proyek yang menantang sehingga membuatnya harus tidur sampai pukul 2-3 dini hari. Karena tetap ingin bangun pagi untuk melakukan olahraga, ia mengeset alarm lebih awal dari jam ia seharusnya bangun untuk kembali beraktivitas. Apa yang terjadi? ia hanya bangun untuk kemudian kembali mematikan alarm tersebut dan kembali tidur. Pengalaman ini memberinya pelajaran penting: jangan sekali-kali memungkiri apa yang kamu tahu tidak dapat kamu laksanakan. Ia tahu betul bahwa kondisinya memang tidak memungkinkan untuk bangun dan berolahraga, namun ia bersikap seolah-olah ia pasti dapat melakukan hal ini.
Aku pun teringat pernah ada masanya aku juga mengeset jam tangan dan jam dinding di rumahku lebih awal dari waktu yang sebenarnya, terpengaruh oleh saran beberapa orang agar aku tidak terlambat untuk beraktivitas. Yang terjadi kemudian persis sama dengan yang dialami oleh Stephen, tidak pernah sekalipun aku berangkat tepat pada waktunya (baca: sesuai waktu yang tertera pada jam tanganku). Aku malah makin rajin datang terlambat karena salah memperhitungkan berapa menit jamku kupercepat.
Namun demikian, efek dari perilaku model begini ternyata tidak hanya sampai disini. Stephen memberikan 2 pencerahan mengenai hal ini. Pertama, diri kita sejatinya selalu berintensi untuk jujur terhadap segala hal. Secerdik apapun otak kita memprogram perilaku yang tampak, pasti akan ada titik yang memungkinkan diri kita yang asli untuk menunjukkan kesejatiannya. Kalaupun dipaksakan, maka akan terjadi ketidaksesuaian yang parah dan berujung pada jiwa yang sakit. Kedua, ketidaksesuaian yang tercipta dari perilaku demikian akan menurunkan tingkat kepercayaan kita terhadap diri kita sendiri. Perlahan-lahan, keberanian kita untuk melakukan sesuatu akan menurun drastis. Keyakinan diri berkurang, begitu pula keyakinan kita terhadap orang lain. Nah, jangan tanya keyakinan orang lain terhadap kita kalau sudah begini.
Bagi Stephen, menjadi pemimpin (bagi diri kita sendiri sekalipun) adalah masalah membangun kepercayaan. Dan itu berarti mengambil tindakan sekarang untuk memenuhi janji kita terhadap diri kita sendiri.
Hmm…mau membetulkan jam kita sekarang?