Pintu Persepsi-Bagian Pertama

Apa yang muncul dalam benak Anda jika saya minta untuk memikirkan secangkir coklat susu kental hangat?

  • Gambaran sebuah cangkir berisi cairan berwarna coklat kental disertai asa lembut yang mengepul ke atas kah?
  • Suara yang muncul ketika Anda sedang menyeruput secangkir coklat susu dengan penuh kenikmatan kah?
  • Lidah yang bergejolak merasakan manis dan lembutnya kah?
  • Harumnya wangi coklat yang bercampur susu?
  • Rasa hangat yang mengalir dari lidah menuju kerongkongan dan berakhir di perut kah?

Mampukah Anda mengalami semuanya? Apakah semuanya sama bagi Anda atau adakah salah satu yang dominan?

Selamat datang di pintu persepsi! Selayaknya sebuah pintu adalah tempat pertemuan dunia luar dan dalam, begitu pulalah yang terjadi dengan pintu persepsi. Untuk bisa memiliki persepsi kita memerlukan informasi yang masuk ke dalam pikiran untuk diolah. Bedanya dengan pintu kayu yang ada di rumah, pintu persepsi senantiasa siap dan terbuka kapan pun dibutuhkan. Ia disediakan oleh Tuhan dalam bentuk reseptor di seluruh tubuh dan pintu tempat kita memasukkan informasi. Pintu tersebut adalah kelima panca indera kita yang menerima informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan mengecap. Dalam NLP, kelima cara ini disebut sebagai representational system atau biasa disingkat dengan rep system. Disebut demikian karena memang fungsinya adalah merepresentasikan alias menyajikan ulang informasi (re-present) yang ada di luar diri kita ke dalam sinyal-sinyal yang bisa kita pahami.

Rep system bekerja dengan cara menerima informasi dan mengaktifkan memori yang kita miliki untuk kemudian digunakan sebagai referensi dalam menghasilkan perilaku tertentu. Aktivitas ini terjadi di dalam jaringan penghubungan antar saraf di dalam otak kita. Ketika kita menerima informasi melalui indera, otak kita melakukan pengkodean terhadap informasi tersebut dalam bentuk tertentu. Misalnya, ketika kita menerima informasi dalam bentuk visual, otak kita mengkode informasi ini dalam bentuk sebuah gambar. Jika informasi diterima secara auditori, maka ia akan dikode dalam bentuk suara atau kata-kata. Sedangkan informasi yang datang dalam bentuk perasaan (kinestetik) akan dikode oleh otak sebagai emosi—kinestetik sendiri sebenarnya masih bisa dipecah lagi menjadi bentuk bau dan rasa (pengecapan), namun dua yang terakhir ini. Nah, kode-kode inilah yang akan muncul setiap kali kita mengingat-ingat informasi yang pernah masuk ke dalam pikiran kita.

Meskipun otak kita seringkali menggunakan lebih dari satu macam kode untuk merepresentasikan pengalaman, kita umumnya memiliki preferensi tertentu terhadap rep system. Saya sendiri lebih senang untuk membayangkan sesuatu ketika mengingat-ingat pengalaman masa lalu. Lain dengan istri saya yang amat mudah memasukkan suara, perkataan, dan musik ke dalam ingatannya. Namun demikian, ketiga jenis ini hanyalah sebuah preferensi dan sama sekali bukan tipe kepribadian. Maksud saya, tidak ada orang yang benar-benar murni visual dan sama sekali tidak bisa menggunakan kemampuan auditori dan kinestetiknya. Yang ada hanyalah mereka yang memang lebih suka dan lebih mudah merepresentasikan pengalaman dengan menggunakan salah satu rep system secara dominan dan yang lain sebagai pelengkap.

Lalu, apa manfaat yang bisa kita peroleh dengan memahami rep system ini?

Sangat banyak. Sebagai contoh, Anda yang mengkode informasi secara kinestetik tentu akan menggunakan kata-kata yang bisa merepresentasikan pemikiran Anda secara tepat. Kata-kata seperti rasanya, berat/ringan, harmonis, terasa pas, lembut/kasar, dll tentu akan menjadi pilihan Anda dibandingkan yang lain. Nah, apa yang kira-kira akan terjadi jika Anda menggunakan kata-kata ini untuk berbicara dengan orang-orang yang mayoritas ternyata menggunakan rep system visual dan auditori? Pastilah Anda akan kesulitan untuk membuat mereka memahami secara langsung maksud dari pembicaraan Anda.

Sisi lain, dari penjelasan di atas kita juga bisa menyimpulkan bahwa kata-kata seseorang adalah kata kunci untuk mengenali rep system yang ia gunakan dan karenanya memungkinkan kita untuk masuk ke dalam dunianya dengan lebih smooth. Semisal, jika rekan Anda mengatakan, “Saya belum bisa melihat inti dari idemu,” maka hakikatnya mereka sedang meminta suatu gambaran visual. Untuk membangun keakraban dan menciptakan komunikasi yang lancar, Anda bisa menggunakan kata-kata berorientasi visual dalam kalimat Anda. Dengan memakai kata-kata berorientasi sama berarti kita berbicara dalam bahasa mereka dan membuat mereka berpikir kita memiliki kesamaan dengan mereka. Sudah menjadi rahasia umum, bukan, jika orang lebih suka untuk berinteraksi dengan mereka yang memiliki cara berpikir dan berperilaku yang sama?

Nah, pertanyaannya: bagaimana persisnya kita tahu preferensi rep system kita dan orang lain?

Sabar dan tunggu artikel berikutnya, OK!

Spread the love

1 thought on “Pintu Persepsi-Bagian Pertama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *