Dimulakan dengan bismillah. Disudahi dengan alhamdulillah.
Begitu lah sehari dalam hidup kita. Mudah-mudahan dirahmati Allah.
Demikian lirik lagu ini dinyanyikan oleh Raihan, grup nasyid asal Malaysia itu. Bertahun-tahun lagu ini kudengar, baru beberapa bulan belakangan ia seolah mengantarkanku pada pemahaman yang berbeda soal basmalah.
Bismillahirrahmanirrahim. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Inilah ucapan itu. Salah satu ucapan paling penting, yang menjadi pembeda apakah sesuatu kan dicatat sebagai ibadah atau tidak. Tentu, kita bicara ucapan basmalah yang didengungkan dalam hati, hingga menyeruak mengelokkan laku. Bukan sekedar ucapan lisan yang tak berarti, tak merasuk ke dalam jiwa.
Membaca basmalah, sejatinya adalah usaha untuk mendasarkan setiap laku di bawah naungan kasih dan sayang Allah. Maka apakah, wahai diri, yang kau rasakan kala mengucapkannya? Tidakkah getaran kasih dan sayang meresap ke dalam hatimu, terus menyelubungi seluruh tubuhmu? Tidakkah ia menyeruak keluar hingga menaungi setiap langkahmu?
Basmalah memang penjaga. Menjaga diri dari setiap kecenderungan berlaku buruk. Sebab sungguh aneh, diri yang membawa nama Tuhannya, lalu melangkahkan kakinya berbuat dosa. Seketika ku teringat kala beberapa kali bertanya pada kawan-kawan yang merokok, apakah mereka membaca basmalah sebelum menghisap asap beracun itu? Jawabnya jelas: tidak. Ah, memang hati nurani itu pelita diri, tak kuasa ia berbohong. Sebab tahu merokok itu sejatinya memang buruk, maka tak kuasa mereka mengucap bacaan mulia sebelum melakukannya.
Maka biasakanlah, wahai diri, tuk menjadikan basmalah pelindungmu, penjagamu. Jadikanlah setiap langkah berada dalam naungannya. Ucapkanlah ia penuh takzim, hingga getarannya merasuk ke dalam, meresap hingga menjernihkan hati. Bangun tidur, beranjak mandi, hendak makan, berangkat kerja, apapun yang kau lakukan, mulai lah dengan basmalah, sepenuh jiwa. Lalu biarkan ia membimbingmu, menyelimutimu dengan kasih dan sayang, hingga kedua rasa inilah yang tertampak dalam wajahmu.