Memandang Dunia

“Dunia hanyalah tempat permainan dan senda gurau belaka.

Lalu, apa itu “masalah”?

Adakah yang dinamakan sebagai “kesedihan” dan “kegembiraan”?”

Dunia dianggap sebagai permainan, sebab pembandingnya yang sungguh lebih besar. Ya, akhirat. Diri yang berpandangan pendek mungkin akan menganggap banyak hal sebagai sesuatu yang besar, padahal ia remah belaka kala dibandingkan dengan yang baka. Bagaimana tidak? Hidup rerata 60 tahun, dibandingkan dengan yang seharinya setara dengan ribuan tahun!

Maka wajarlah nasihat yang berujar, hidup ibarat sekedar mampir untuk minum. Perjalanan ini demikian jauh, maka bertahun-tahun dunia sungguh seolah sekedar waktu rehat, kala diri dan jiwa ini lelah. Jadilah bagi insan yang demikian, selain permainan dan senda gurau, dunia adalah kesenangan yang menipu. Menipu, sebab ia pendek belaka, sedang ganjarannya luar biasa. Kebaikan sekecil biji sawi diganjar berlipat-lipat. Keburukan sehalus biji sawi pun dibalas mengerikan. Padahal, banyak diri bergelimang dalam keburukan, yang dibalut dengan kesenangan.

“Sungguh kampung akhirat itu,” firman Allah dalam kitabNya, “lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.”

Akhirat adalah kampung, rumah tempat kita berasal, rumah tempat kita kembali. Namun yang menyadari kemuliaanya, kebesarannya, keunggulannya, hanyalah insan yang telah terbuka mata hatinya. Insan yang takwa. Yang tiada lain hidupnya hanyalah dua: menjalankan perintah, menjauhi larangan.

Adakah baginya masalah?

Tentu ada. Namun masalah tak lain adalah jarak antara keinginan dan kenyataan. Insan takwa, sungguh terampil mengelola keduanya. Agar tak timbul masalah, mereka kendalikan keinginan, atau mempersungguh tindakan nyata. Mengendalikan keinginan, sebab ia semu belaka. Keinginan, tak seperti kebutuhan, adalah ekspresi nafsu, yang kala dikendalikan ia luluh, kala tidak ia balik mengendalikan. Sisi yang lain, insan takwa mengerti betul ada ukuran ibadah dalam tiap amal yang diniatkan untuk bertemu dengan Allah. Maka kesungguhannya demikian besar, jatuh dan bangun dilalui jua.

Masalah yang sejati bagi insan takwa, adalah kala nafsunya menguasai, hingga menjauhkan langkahnya dari ridha Allah. Insan takwa tak sedih dan gembira akibat yang sementara. Ia tenang belaka. Ada senyum, ada tangis, sekedarnya saja. Sebab tangis sejati itu di neraka nanti. Sebab tawa sejati itu di surga tempat nan mulia.

Maka telaah lah dunia dalam benakmu, wahai diri. Dalam hatimu. Adakah ia menguasaimu, atau kau menguasainya? Jika ia menguasaimu, segeralah menatap lebih jauh, ke kampung yang menunggu kehadiranmu. Niscaya yang di hadapan ini kecil, permainan dan senda gurau belaka.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *