“Namamu bukanlah dirimu.
Apa yang engkau pahami tentang ilmu, bukanlah ilmu itu.
Apa yang engkau pahami tentang Allah, bukanlah Allah.
Maka teruslah berjalan, dan temukan kebenaran baru.”
Kita memahami, di atas pemahaman yang telah kita miliki sebelumnya. Apa yang pernah kita alami, apa yang terekam di sepanjang perjalanan, menjadi anak-anak tangga menuju ruang-ruang pembelajaran baru. Maka seberapa tinggi pemahaman yang kita miliki, sungguh amat bergantung pada kumpulan anak tangga yang telah kita dirikan. Jadilah kadang diri ini terheran-heran, pada insan yang baru seumur jagung, namun berilmu tinggi. Sedang insan yang lain, yang angka usianya lebih banyak, justru ada yang sulit memahami hal-hal yang sederhana.
Namamu bukanlah dirimu, sebab pemahaman akan diri sejati, adalah pemahaman yang hadir seiring perjalanan. Kala kecil, akibat tak mengerti satu dua soal ulangan, diri ini memasang label ‘bodoh’. Padahal persoalan sederhana itu menjadi teramat mudah diselesaikan beberapa tahun setelahnya. Adakah sang ‘bodoh’ masih tepat digunakan untuk menamai kebelum mampuan? Tentu tidak, bukan? Maka nama yang diberikan oleh orang tua, sejatinya memang doa, namun baru kan benar-benar terwujud kala diri ini menjadikan doa itu langkah-langkah nyata. Jika tak ada usaha nan dilakukan, maka nama yang baik itu, sia-sia belaka.
Apa yang kita pahami tentang sebuah ilmu, bukanlah ilmu itu. Sebab satu ilmu, terus ditelusuri, kan hadirkan tema-tema baru. Betapa banyak ilmu yang ada di masa kini, tak pernah disebut-sebut puluhan tahun lalu.
Apa yang engkau pahami tentang Allah, bukanlah Allah. Apa jadinya jika kita sakit hati, tersebab kejadian yang telah ditakdirkan, lalu menganggapNya tak adil? Mungkinkah Yang Maha Adil, bersikap tak adil? Tak adil kah Ia, atau akal ini yang terlalu pendek tuk memahami keadilan dalam pengaturanNya?
Kebenaran itu luas. Namun bagi diri, ia seluas pemahaman yang telah dimiliki. Maka tuk dapatkan yang lebih tinggi, diri ini sungguh perlu serupa parasut, yang berfungsi kala membuka diri. Teruslah berjalan, wahai diri, dan temukan kebenaran-kebenaran baru. Sebab yang lalu bukanlah kini. Yang kini bukanlah yang nanti.