“Bersyukur itu menikmati setiap kejadian sebagai anugerah dariNya. Tanpa keluhan, hanya keikhlasan, sebab Ia pasti punya maksud di balik setiap hal yang Ia berikan.
Dan, seketika setelah mendapatkan pembelajaran ini, mobilku pun ngadat.”
Ya, tak sekali pemahaman saya diuji seperti ini. Sebuah pembelajaran yang hadir dalam pikiran, segera terpaksa tuk segera dipraktikkan. Kejadian hanyalah kejadian. Makna yang kita tempelkan padanya lah penentu kebahagiaan.
Bersyukur itu tak sekedar menerima, melainkan menikmati. Dan untuk itu, diri ini perlu sudut pandang baru, yakni memahami sebuah kejadian sebagai anugerah.
Mengapa demikian?
Sebab Dia pasti punya maksud baik kala mengatur setiap kejadian. Sungguh tak ada untung bagiNya merugikan makhluk yang lemah ini. Justru kasih dan sayangNya selalu mendahului murkaNya. Pun ketika Dia murka, itu semata tuk ingatkan insan agar kembali pada jalanNya. SiksaNya, kesulitan yang diberikanNya, adalah jalan penyucian, pemurnian jiwa dari hal-hal selainNya.
Dan oleh sebab memahami segala sebagai anugerah, maka yang lahir adalah keikhlasan. Tak ada tempat bagi keluhan. Karena keluhan itu tetanda masih bersemayamnya keinginan tuk mengubah yang telah lewat. Keluhan itu sinyal masih adanya ketidakrelaan pada pengaturanNya yang sempurna. Ikhlas berarti murni. Jernih hati ini menikmati apa yang terhidang.
Sulit? Tentu. Namun ada kah kenikmatan tanpa harga yang sepadan? Maka syukur memang memerlukan latihan. Latihan tuk meniti jalan dengan kesungguhan memetik hikmah dari tiap kejadian. Diri yang ikhlas adalah diri yang terampil menelisik anugerah di balik tiap kesulitan. Merangkai makna-makna yang terserak ditutup sempitnya pemahaman.
aku ingin jadi artis ngebahagiakan orang tua