“Jika bukan melalui guru, lalu dari mana kita kan mendapat kucuran ilmu?”
Tak ada pilihan lain bagi pembelajar yang ingin mendulang banyak ilmu, selain mengembangkan terlebih dahulu kesabaran dalam menghadapi guru. Tidak hanya kesabaran dalam arti berusaha menerima dan mencerna ilmu yang diajarkan, melainkan juga kesabaran dalam menerima pribadi beliau apa adanya.
Seorang guru hanyalah penyampai. Kadar penyampaiannya amat tergantung pada kadar kualitas dirinya. Apapun itu, fokus kita mestilah pada ilmu. Kita yang membutuhkan, kita lah yang perlu membangun keteguhan.
Beberapa cara berpikir yang bisa dilatih untuk melahirkan kesabaran saat berhadapan dengan seorang guru adalah:
- Berpikirlah laksana seorang musafir di tengah guru nan tandus. Diri ini teramat haus. Lalu datanglah seorang membawa air. Meski sedikit, pun rasa tak nikmat benar, tetap saja syukur yang terucap.
- Takkan ada ilmu terkucur jika tak melalui guru. Buku? Yang menulis guru. Video di internet? Yang membuat guru. Kita menikmati ilmu sebab ada orang-orang yang berniat menyebarkan ilmu.
- Guru adalah pembawa ilmu—pesan Tuhan. Ilmu adalah cahayaNya. PetunjukNya. Lalu ada seorang yang bersusah payah membawakannya. Tidakkah dalam gelap kita merindu cahaya? Lalu bagaimana kah hendak mencela sang pembawa?
- Jangan tertipu hanya pada ilmu yang tersurat. Sungguh, ilmu yang tersirat jauh lebih berlimpah. Seorang guru yang telah hidup bersama ilmunya kan melahirkan gerak-gerik yang lebih kaya dibandingkan perkataannya. Sebab pengalaman batin kerap sulit dijelaskan lewat kata-kata.
- Jika asyik tidaknya seorang guru memengaruhi semangatmu, maka periksalah kesucian niatmu. Sebab tujuan kita ilmu. Kala masih memilah memilih, itu lah tanda lemahnya kesungguhan.
- Tak ada ilmu yang remeh. Tak ada ilmu yang sederhana. Sebab bagi seorang guru, jika ia belum dapat menjelaskan sesuatu dengan cara yang mudah, ia belumlah terlalu paham. Maka pada kesederhanaan, wahai murid, penasaranlah pada kedalaman yang ada dibaliknya.
- Bukan, bukan guru itu yang sedang mengajarimu. Tapi Dia. Sebab ilmu milikNya, maka pembelajaranmu akan ilmunya, sejatinya adalah jalan tuk berbicara denganNya. Melalui cahayaNya, Dia menyapamu. Tidakkah kau kan bahagia?