Maafkan, Agar Ringan

“Memaafkan berarti melepaskan yang jadi beban. Karenanya langkah kan cepat lagi ringan.”

Dendam, ujar sebuah nasihat, serupa meminum racun, namun berharap orang lain yang mati. Mustahil? Tentu. Maknanya, menyimpan dendam tak merugikan kecuali bagi diri sendiri. Rasa dendam yang terpendam bukanlah rasa yang alamiah bagi insan. Ia berisi pikiran buruk pemicu gejolak emosi yang hadirkan rasa tak nyaman. Terlalu sering diakses, apalagi disimpan berlama-lama, berarti membiarkan virus pikir dan rasa bercokol dan mengganggu jalannya sistem dalam diri.

Hati tak bisa mendua. Jika diisi dengan yang satu, yang lain kan tersingkir. Bagaimana kah hati yang diisi dengan dendam? Apa saja kah kebaikan lain yang kan menghilang sebab penuhnya dengan dendam? Maka memaafkan berarti mengosongkan hati dari yang tak berguna, hingga ia lapang tuk diisi dengan yang bermanfaat.

Pikir menggerakkan rasa. Rasa menggerakkan perilaku. Lalu perilaku seperti apa kah yang lahir dari pikiran dan perasaan yang dipenuhi dendam? Adakah ia mengantarkan pada bertambahnya tabungan kebaikan? Atau ia justru menggiring pada menggunungnya catatan keburukan?

Servis rutin kendaraan, kerap hanya merupakan proses pembersihan pada berbagai kotoran yang menempel di sela-sela komponen. Itu saja, mampu menjadikan laju kendaraan jauh lebik baik. Begitulah dendam mengotori jiwa, hingga jadikan berat melaju melahirkan karya-karya.

“Aku tahu mestinya memaafkan,” katamu, “tapi bagaimana caranya?”

Memaafkan itu alamiah. Maka ia sejatinya mudah. Sebab justru menahan amarah itulah sebenarnya yang tak alamiah.

Manusia dikaruniai kemampuan untuk melupakan. Betapa sering kita lupa pada sesuatu. Dan agar yang penting tak dilupakan, diri ini menggunakan beragam cara untuk mengingat—memastikan yang penting tetap ada dalam pikiran.

Lalu apa kah kiranya lupa itu?

Ia lah menghapus apa yang terbit dalam pikiran dan perasaan. Sesuatu yang terlupakan, pasti tak sedang ada dalam pikiran. Dan karena tak ada dalam pikiran, ia tak lahir pula dalam perasaan. Maka melatih keterampilan memaafkan berarti merutinkan pembersihan pikiran dari ingatan yang tak penting, yang mengganggu perasaan. Tiap menyadari pikiran nan menghantui, tanyakan pada diri, “Adakah manfaat menyimpan pikiran itu setelah ini?” Jika, “Tidak,” jawabnya, maka biarkanlah ia lepas, sebelum terlalu lama sehingga sulit dilepas.

Setelah ia lepas, isilah ruang kosong dalam pikiran segera, dengan ingatan yang bermanfaat. Lanjutkanlah hidup dengan mengerjakan yang berarti.

 

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *