Melampaui Kebahagiaan

“Sebab yang tak ternilai, tak bisa dinilai.”

Fitrah insan mengincar kebahagiaan. Segala cara, segala jalan, dilalui demi melahirkan rasa bahagia dalam diri. Ada yang berada di atas keselamatan, tak sedikit jua yang terjebak di jalan keburukan. Apa pasal? Sebab hakikat kebahagiaan itu sendiri belum lagi dipahami.

Menariknya, tak kita temukan petunjuk dalam kitab yang diturunkanNya, agar manusia mencari kebahagiaan. Sebab kebahagiaan sejatinya lahir dari dalam diri, bukan bersyarat akan apa-apa yang di luar diri ini. Ia dampak, namun bukan tujuan. Ia lahir tersebab kita mengerjakan hal-hal yang berarti.

PetunjukNya, insan bertugas tuk memakmurkan dunia. Dalam bidang-bidang yang telah Dia aturkan kita berada di dalamnya, jadilah yang terbaik, sebaik-baik manfaat bagi seluas-luasnya kehidupan. Ada ruang di alam semesta yang jadi tugas kita mengisinya. Dan agar isi tersebut penuh adanya, diri ini mestilah melayakkan diri tuk membangun kompetensi tertinggi.

Maka hidup ini sesejatinya hanyalah perjalanan dari perjuangan ke perjuangan. Ia bukanlah tempat berleha-leha. Kesenangan abadi hanyalah akan ada di kehidupan yang nanti. Dalam hidup yang singkat ini, tiap diri mengumpulkan bekal pada dalam saat-saat yang dilalui. Inilah masa berjuang. Istirahat tersedia hanyalah tuk kembali mengisi tenaga. Terlalu lama, maka detik demi detik kan terlahir sia-sia.

Untuk itulah, bekerja demi kebahagiaan hanya kan antarkan kita justru pada ketidakbahagiaan. Ya, jauh lebih banyak yang perlu diperjuangkan dengan kesungguhan, ketekunan, kepahitan, daripada manis dan senangnya.

Tengokla insan yang lahirkan banyak karya dalam hidupnya. Jikapun karya itu tak tampak, rasakan bagaimana mereka mengubah, mewarnai sekelilingnya. Lalu cermati, tandai, adalah mereka bekerja untuk kebahagiaan dirinya?

Tidak. Mereka bekerja melampaui kebahagiaan diri. Justru kebahagiaan orang lain lah yang mereka incar. Sebab kesedihan serta kekurangan orang lain, adalah ruang bagi kemampuan yang tersedia tuk mengisinya. Bukan apa yang ku dapat, melainkan apa yang bisa kuberikan. Menariknya, semakin banyak memberi, tak sedikit pun tampak kekurangan. Justru bertambah-tambah, lahir dan batin.

Kebahagiaan hanyalah perasaan, wahai insan. Tak perlu syarat, kau bisa menghadirkannya sendiri. Maka bekerja demi kebahagiaan, sejatinya membatasi kemampuanmu nan sejati. Keparipurnaan dirimu hanya kan lahir dengan mengerjakan hal-hal yang berarti. Dan yang berarti bukanlah yang bisa dinilai dengan materi. Ya, sebab yang tak ternilai, tak bisa dinilai.

“Apakah kerja yang melampaui kebahagiaan itu?” tanyamu.

Ia lah kerja tuk membantu orang lain, mengabdi pada masyarakat, mengembangkan ilmu, mempermudah urusan, mempercepat kerja bersama, menyediakan lapangan pekerjaan, melayani kebutuhan, dan yang serupa dengan itu semua. Kerja yang tak kau hitung-hitung, maka yang kau dapatkan pun tak terhitung. Kerja yang tak kau batasi, hingga dirimu seolah terlahir kembali. Kerja yang pastinya menghendaki jalan nan mendaki, hingga tertaklukkan lah ego diri.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *