“Alif Lam Mim. Inilah kitab yang tak ada keraguan di dalamnya.”
Demikian pembukaan surat terpanjang dalam Al Qur’an menyatakan. Sungguh terang, jelas, penuh keyakinan. Siapakah penulis di dunia ini yang sanggup menyatakan serupa ini? Para peneliti yang menulis hasil penelusuran dari fakta ke fakta puluhan tahun saja selalu menutup kajiannya dengan sub bab khusus bertajuk ‘batasan penelitian’.
Maka sebuah buku yang relatif ringkas, 600an halaman saja, membuka pembelajarannya dengan ‘inilah kitab yang tak ada keraguan di dalamnya’, jelas bukan kitab buatan manusia. Bukan pula berasal dari sumber yang diragukan keshahihannya. Inilah sumber yang merupakan mula dari semuanya, jika kita ingin membuka pintu-pintu ilmu. Sebab ilmu berasal dari analisa atas fenomena. Dan kitab ini adalah pembelajaran orientasi atas berbagai fenomena. Kehadirannya telah terbukti membuka dunia pengetahuan sehingga tercerahkan dunia karenanya.
Direnungkan lebih dalam, adakah sumber ilmu yang lebih ilmiah dari Al Qur’an. Standar keilmiahan adalah terbukanya fakta, terpaparnya sumber, terunutnya referensi. Setiap pernyataan yang mengatakan dirinya ilmiah harus bisa dirujuk darimana ia berasal. Maka dalam berbagai khazanah ilmu, kita akan menemukan ujung dari sebuah teori bersumber dari filsafat. Kerangka berpikir yang mendasari penelusuran keilmuan. Dan sebuah filsafat, kerap berhenti pada titik perumusnya. Yakni, manusia-manusia biasa dengan beragam kekurangannya.
Al Qur’an? Ia jelas, jernih, terjaga keberadannya. Dan penjagaan ini bukan buatan semata. Melainkan telah dicantumkan sendiri oleh Penciptanya. Dia yang menurunkan Al Qur’an, Dia pula yang menjaganya. Jadilah kita saksikan hingga kini, 1400 tahun lebih sejak ayat pertama diturunkan, Al Qur’an menjadi satu-satunya kitab di muka bumi yang bisa dihafal oleh jutaan orang dari generasi ke generasi, huruf demi hurufnya. Adakah buku lain yang serupa ini? Bahkan seorang penulis buku laris pun tak pernah bisa menghafal setiap kata yang ditulisnya.
Namun ini semua bermula dari iman. Tanpa iman, lautan ilmu bernama Al Qur’an ini takkan lahirkan pemahaman apatah lagi pencerahan. Maka kita dapati dalam berbagai surat ayat-ayat mutasyabihat seperti ‘alif lam mim’. Ustadz Nouman Ali Khan mengutarakan hikmah dari tidak terangnya penjelasan makna dari ayat-ayat ini, ialah sebagai pengkondisian kita para pembelajar. Bahwa jalan ilmu dimulai dari selalu merasa bodoh, selalu menghindarkan diri dari rasa sudah tahu. Kita tak tahu apa-apa, karenanya siap menerima pembelajaran baru. Sebab pada tiap fakta ada jutaan kemungkinan makna. Al Qur’an adalah cara dari Sang Pencipta segala fenomena untuk mengajari kita bagaimana layaknya memahami macam ragamnya, agar tak tersesat kita dibuatnya.
“Inilah kitab yang tak ada keraguan di dalamnya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” Orang yang berhati-hati dalam perjalanannya. Orang yang cermat akan tiap langkah yang diambilnya. Orang yang jeli pada tiap keputusannya. Sebab hidup singkat adanya. Yang sehat kini, bisa mati esok pagi. Karenanya takwa adalah modal dasar keselamatan. Dan cara paling aman untuk takwa, untuk berjalan dengan cermat, adalah menjadikan petunjuk paling otentik sebagai pedoman perjalanan.
Adalah metode penelitian yang mengajarkan kita, setelah merumuskan permasalahan, untuk tak langsung terjun ke lapangan, melainkan memulai dengan mencari tahu penelitian terkait sebelumnya, barangkali ada yang kita bisa berangkat dari sana. Maka demikianlah adab para pembelajar yang tak sudi menyia-nyiakan waktu dalam hidupnya. Ia memulai dari kitab yang tak ada keraguan di dalamnya.