Meski jarak fisik memisahkan, ku rasakan, tahun ini adalah momen pembaruan hubungan.
Hubungan keluarga, persahabatan, pekerjaan yang memang terjalin sehari-hari jadi lebih hakiki. Sebab tak banyak waktu berbasa-basi, apa yang dibicarakan jadi lebih esensi. Kita mengenal betul, sesiapa saja sahabat terbaik kita, yang sosok kita ada di pikirannya, hingga meski terpisah jarak ia perhatian jua. Kita pun demikian pada mereka. Yang hadir di benak ialah yang memang kita ingin menjaga rasa dengannya. Maka perhatian-perhatian kecil, pesan-pesan singkat, gurauan ringan di video call, sungguh tabungan keakraban yang lama-lama besar jua.
Tapi tak hanya itu. Ku dapati, hubungan-hubungan lama terjalin kembali. Setidaknya ada beberapa komunitas baru yang aku tergabung di dalamnya, yang ku rasa tak terjadi jika bukan karena pandemi. Pertemuan, diskusi, bedah buku, dengan rekan dari berbagai penjuru, kini hanya sejauh beberapa klik saja. Dan sekali lagi, karena tak perlu banyak basa-basi, pembicaraan sungguh langsung masuk pada esensi: apa manfaat yang bisa saling kita berikan bersama?
Bukan, aku bukan sedang mengatakan pertemuan langsung itu tak penting. Justru, ia amat penting. Dan makin terasa nilainya dalam kondisi berjauhan begini. Namun pertemuan fisik antar ribuan orang setiap hari di kendaraan umum toh tak serta merta menjadikan mereka semua relasi.
Ya, hubungan adalah soal jaringan dalam pikiran dan perasaan: Adakah kita bersedia membuka ruang pikiran kita bagi memori-memori baru, dan pada saat yang sama mungkin membuang memori-memori lama yang tak relevan lagi? Adakah kita berkenan menyediakan ruang di hati tuk menyambung rasa baru, sekaligus melepas rasa lama yang tak berguna lagi?
Sekian tahun yang lalu, ku bangun pertemanan sebanyak mungkin di Facebook, dengan harapan kan memperluas jaringan. Sehingga ku amati banyak kawan sampai membuat beberapa akun baru demi menembus batas yang 5.000 itu. Namun ku putuskan kini, tuk mengurangi hubungan-hubungan yang tak berarti. Yang aku tak—atau setidaknya belum—benar-benar mengenalnya, dan kemungkinan besar ia pun tak mengenalku. Ku sediakan ruang pertemanan yang ku harap bisa dibangun dengan kesungguhan.
Ya, yang kita perlukan bukan banyak. Tapi dalam. Banyak itu bukan ukuran di masa kini. Di masa ketika semuanya saling terhubung, mendapatkan banyak itu relatif mudah. Namun mendapatkan yang dalam, yang mengakar, itulah tantangan kita.
Sekadar menyentuh like itu mudah. Tapi ia tak menghadirkan persahabatan. Persahabatan hadir kala kita benar-benar menyimak pesan, kemudian menyampaikan komentar yang membesarkan hati. Dan itu tak bisa dikerjakan sambil lalu. Kita hanya akan mengerjakaannya kala telah lebih dulu menyediakan ruang hubungan itu dalam pikiran dan perasaan kita.
Saat distraksi sebenarnya sedang berkurang lantaran kesibukan kita yang mungkin menurun, inilah saat tepat untuk merenungkan kembali hubungan-hubungan yang ingin kita bangun dan kuatkan. Hubungan langgeng karena manfaat bersama. Maka kebaikan-kebaikan yang bisa saling kita berikan itulah ukurannya.