Mari kita mulai bermimpi, melampaui masa pandemi ini. Sebab tak ada kepastian apa yang akan kita lewati, maka yang kita perlukan adalah energi untuk bergerak. Tenaga untuk memulai kembali.
Bersama kesulitan, ada kemudahan. Demikian kita diajarkan. Ya, kemudahan tak datang setelah kesulitan, melainkan bersamaan. Maka kemudahan itu, setidaknya dalam bentuk potensi, bersembunyi di balik apa yang oleh mata tampak sebagai kesulitan. Jadi, bermimpi melampaui masa pandemi ini, berarti mendayagunakan imajinasi untuk membayangkan bagaimana yang masih potensi ini nanti.
Maka mari kita mulai dengan menelisik apa saja potensi yang kita miliki saat ini.
Keahlian. Apa saja keahlian baru yang kita miliki selama pandemi? Atau, jika tak benar-benar baru, apa saja keahlian lama yang menjadi makin tajam di masa pandemi ini? Tuliskan sebanyak mungkin. Sebisanya. Jangan berpikir ia tampak besar atau kecil. Sebab pemilik toko roti kenamaan sekalipun, berawal dari ‘hanya membuat roti’. Novelis yang kita kenal kini, dulu ‘hanyalah penulis cerita pendek’.
Pelanggan. Siapa saja orang-orang yang kita baru kenal? Dan apa saja kebutuhan mereka yang baru kita sadari? Sebab pelanggan bukan saja mereka yang ada di basis data kita, melainkan mereka yang sanggup kita baca kebutuhannya.
Keluarga. Hubungan dengan siapa yang makin baik sejak pandemi? Ya, hidup tak hanya soal pekerjaan atau bisnis. Keluarga adalah tempat kita berangkat dan kembali. Menyadari bahwa kita berhasil mengeratkan kembali yang renggang dengan beberapa orang, bukankah itu berarti kita berpotensi mengeratkan yang lain?
Persahabatan. Siapa saja sahabat baru yang kita miliki? Siapa saja sahabat lama yang hubungannya makin dekat? Persahabatan adalah tempat kita melatih kepekaan. Karena sahabat adalah orang yang kita terhubung karena pilihan, maka menjadi seorang sahabat sejatinya adalah menjadi seseorang yang sanggup menyelaraskan diri. Maka siapa yang jadi sahabat kita, memang menentukan siapa kita.
Keimanan. Bagaimana kah iman kita? Sungguh selama pandemi kita dilatih tuk meyakini keberadaan hal yang tak tampak oleh mata. Kita hanya bisa membacanya melalui tanda-tanda. Itu pun tanda yang tak langsung. Maka bukankah keimanan kita padaNya meningkat karenanya? Jika keyakinan akan adanya virus saja sanggup menjadikan kita rutin membersihkan tubuh, bagaimana dampak keyakinan kita pada Yang Maha Melihat, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Adil, Yang Maha Bijaksana?
Menjawab semua ini, kemungkinan kita tak benar-benar puas. Ada kemajuan. Ada yang baru. Namun sedikit penyelasan mungkin terbit jua, “Mengapa tak ku tambah yang kemarin itu?” Ah, menambah itu mustahil dilakukan di masa lalu. Tapi ia mungkin di masa depan. Maka melampaui pandemi, dengan menggunakan imajinasi, tanyakan pada diri:
Keahlian baruku, akan bisa bermanfaat untuk apa dan siapa? Akan sampai di level apa kah ia? Kan berdampak seperti apa pula ia?
Pelanggan baruku, akan kulayani dengan produk dan layanan apa? Apalagi kebutuhan mereka yang bisa ku penuhi?
Keluargaku, akan beraktivitas bersama apa saja? Bagaimana hubungan kami kan bertransformasi? Kebahagiaan seperti apa yang kan kami rasakan?
Sahabat-sahabatku, akan bersinergi untuk beraktivitas bersama seperti apa? Manfaat apa yang kan saling kami beri?
Keimananku, akan ku tingkatkan hingga bagaimana? Ibadah apa saja yang kan sanggup ku lakukan tuk terus memperbaiki kualitasnya?
Pelan-pelan. Jangan buru-buru menjawabnya. Imajinasimu perlu dihidupkan agar jawabanmu keluar, yang sebenarnya. Kata kuncinya ada pada melampaui. Maka pikiranmu tak bisa tetap di sini. Ia harus naik tinggi lalu terbang ke masa depan. Melompati berbagai hambatan yang niscaya terjadi.