Akhir pekan lalu aku berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan besar. Sampai disana jam 10, kondisi pertokoan masih cukup lengang. Kulihat sekeliling, tampak beberapa toko masih tertutup rapat, belum menunjukkan tanda-tanda penghuni yang siap melayani pelanggan. Keadaan berubah 30 menit kemudian, ketika tiba-tiba tempat itu diserbu oleh pengunjung yang luar biasa banyaknya. Cukup sulit buatku untuk berjalan berkeliling. Belum lagi ketika aku bermaksud mengambil uang di ATM, antriannya panjang luar biasa. Mataku semakin terbelalak ketika aku mengendarai mobil untuk pulang, kulihat ratusan orang berjalan di koridor busway, semuanya berjalan cepat dengan wajah seolah siap memborong belanjaan.
Kejadian seperti ini memang bukan fenomena yang aneh pada bulan puasa. Ketika anjuran untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah semakin kencang bergaung, ketika itu pulalah peningkatan jumlah orang yang thawaf mengelilingi mal-mal semakin bertambah. Rasa penasaranku muncul ketika kuingat bahwa Rasulullah mengajarkan kita untuk memiliki pakaian tidak lebih dari 7 stel saja. Terlepas dari koleksiku yang juga jelas lebih dari itu, sebuah pencerahan muncul di benakku. Memiliki pakaian dalam jumlah yang cukup akan menguntungkan dalam 2 hal. Pertama, jumlah tersebut cukup untuk 7 hari dalam seminggu. Pertanyaan mungkin muncul: masak make pakaian yang sama setiap minggu? Jawabannya jelas: so what? Islam memang mengajarkan manusia untuk kaya dan indah secara batin, dan sejauh mungkin menghindari keindahan lahiriah saja. Mengenakan pakaian yang sama berarti mengajak diri untuk melupakan apa yang kita pakai, dan menyelam lebih ke dalam untuk mengurai kekayaan batin. Ya, melupakan yang membungkus kulit, kemudian meresapi apa yang ada jauh di dalam kulit. Keuntungan kedua, dengan membiasakan diri untuk hidup cukup, rezeki yang telah diterima tentu akan bisa lebih efektif dan efisien digunakan. Bayangkan saja, berapa jumlah THR yang bisa dihemat jika kita tidak menggunakannya untuk membeli baju baru (lebih dari 1 stel lagi!) karena baju yang lama masih amat pantas untuk dikenakan. Seingatku, Nabi mulia itu hanya mengatakan pada kita untuk mengenakan pakaian yang baik ketika berhari raya, bukan pakaian yang baru. Kalaupun ingin membeli baju baru, maka sumbangkanlah baju yang lama. Jadilah baju lama itu tabungan akhirat. Nah, kembali lagi nih ke kekayaan spiritual.
Yap, seharusnya setelah lebaran kita memang bisa menjadi kaya dalam 2 bentuk. Secara fisik, sebab kita telah berhasil menahan pengeluaran yang biasa muncul dalam bulan-bulan biasa. Secara spiritual karena Tuhan menyediakan ganjaran yang berlipat ganda akibat perbuatan kita menyumbang ta’jilan, zakat fitrah, zakat mal, juga infaq dan sedekah setiap malam shalat tarawih. Bukan hanya pahala yang kita dapat, tapi juga kejernihan ruhani yang muncul akibat detoksifikasi qolbu yang kita jalani. Nah sekarang, bayangkan kekayaan yang bisa kita tumpuk jika 1 bulan yang dahsyat ini kita kloning pada 11 bulan berikutnya…