“Pesawat dari maskapai X akan mendarat dengan kondisi darurat,” ujar salah seorang di bandara.
Wah, kejadian yang tak saya duga, mengingat hari itu saya akan memberikan sebuah tes psikologis pada dua orang asisten manajer yang bertugas di bandara itu. Karena keduanya adalah para pejabat bandara, tentu kondisi ini bukan merupakan sesuatu yang bisa membuat mereka rileks mengerjakan tes. Ini adalah kondisi prioritas. Semua penerbangan lain terpaksa ditunda, karena landasan dipersiapkan untuk menyambut pendaratan.
“Ayo Mas, ikut naik ke menara pengawas. Kita lihat kondisi dari atas,” ajak sahabat saya.
Agak sedikit tegang, saya pun mengikutinya. Tidak berapa lama hingga saya untuk pertama kalinya melihat bagaimana para petugas menara pengawas menjalankan tugas mereka, dalam kondisi darurat. Air Traffic Controller, adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas keluar masuknya pesawat ke bandara. Mereka lah yang sebenarnya memegang kendali izin terbang dan mendarat semua maskapai.
Suasana tegang, namun tenang. Entah sudah berapa kali mereka mengalami situasi serupa ini.
“Saya sih pernah beberapa kali mengalami kondisi seperti ini Mas, sewaktu dulu masih bertugas di sini,” ujar sahabat saya yang kini memang diamanahi menangani bidang personalia. “Hanya saja saya tidak berharap punya banyak pengalaman yang begini.”
Sebuah ucapan yang masuk akal. Sebab seringnya kondisi darurat menandakan industri ini perlu banyak berbenah. Sesekali masih ok. Tapi jangan sampai jadi hobi.
Sambil menunggu pesawat mendarat, sahabat saya pun bercerita banyak tentang pernak-pernik kondisi seperti ini. Bahwa keadaan darurat, acapkali terjadi karena hal-hal yang tampak sepele.
“Langit memang tampak tak berbatas Mas, tapi ia tidak menyisakan ruang kesalahan sedikit pun.” Kalimat itu meluncur dari sahabat saya, dan membuat saya merenung. Industri ini, adalah industri keselamatan. Tidak bisa tidak. Tak ada orang yang kan mau menghidupkan industri ini, jika tahu hidup mereka tak terjamin keselamatannya. Sebab masih percayanya mereka lah, maka industri ini masih hidup, dan berkembang.
“Tapi memang ada beberapa maskapai yang mungkin lupa pada inti dari bisnis ini. Sibuk mengurusi keuntungan dan kerugian, dan lepas mengingat apa yang menjadi ruh dari bisnis mereka,” jelasnya lagi.
Saya tak memahami industri penerbangan. Namun saya amat mengerti bahwa kehidupan sebuah organisasi memang berjalan menuruti ruh yang ada di dalamnya. Lalai ia pada ruh ini, lepas lah hidupnya. Persis seperti lepasnya nyawa dari tubuh. Secantik atau tampan apapun, ia bangkai jua ketika ditinggalkan oleh ruh.
Ah, lagi-lagi saya diingatkan akan sebuah pembelajaran yang telah bertahun-tahun dipelajari ini.
“Nanti pas pesawatnya mau mendarat, direkam saja Mas,” ujar sahabat saya. Ya, detik-detik pesawat mendarat pun tiba. Saya menyiapkan kamera di perangkat telepon genggam. Pesawat terlihat mendekat. Seluruh tim telah bergerak sedari tadi dan menunggu di landasan. Pesawat siap mendarat, dan…
Alhamdulillah.
Ia mendarat dengan selamat. Ada sedikit hentakan yang menyebabkan keluarnya asap sebab gesekan antara ban dan landasan. Tapi semua selamat. Para pimpinan yang sedang berada di menara pengawas pun bernapas lega. Tak berapa lama kemudian, dua orang yang akan saya berikan tes psikologis sudah siap untuk menjalankan tes.
“Siap nih Pak? Nggak masih tegang?” tanya saya.
“Mereka sih sudah biasa menghadapi kondisi seperti ini Mas,” ujar sahabat saya. “Ya, kondisi seperti ini memang bagian dari pekerjaan kita. Jadi ya, biasa saja.”