“Teruslah bergerak. Karena tubuh dan jiwamu punya hak untuk terus berkarya.”
Kala malas mendera, adalah kala diri ini sungguh tak tahu berterima kasih. Bukankah sekian lama hadir kenikmatan tanpa kita minta? Lalu mengapa tak kita balas budi dengan mengerjakan apa nan seharusnya?
Tiada satu hal pun diciptakan sia-sia. Dan diri ini, dengan segenap tubuh dan jiwanya, pun tak diciptakan tuk kesia-siaan. Tak ada tempat untuk itu. Ada tugas besar, amat besar, yang menunggu untuk dipenuhi. Ada misi yang menunggu tuk dijalani. Dan pemenuhan tugas ini, pemenuhan misi ini, adalah hak tubuh dan jiwa yang wajib kita tunaikan.
Caranya?
Dengan terus bergerak. Jangan biarkan rasa malas membuat diri ini terlalu lama berhenti. Tak ada detik yang kan kembali. Sekali lewat, sudah ia pergi. Padahal detik itu, kan menjadi saksi tiap perbuatan kita nanti.
Bukankah kita hidup sebab kita bergerak? Apa jadinya diri ini kala jantung berhenti berdetak, darah berhenti mengalir? Sungguh kita hidup, dalam pergerakan. Bergerak adalah fitrah kita. Maka malaslah, jika ingin keluar dari kehidupan. Jika masih ingin hidup, malas lah untuk merasa malas!
Jatuh dan bangun adalah cara yang Dia berikan demi pergerakan kita. Sebab kala kita di atas, kita cenderung berhenti dan merasa aman, jika tidak jatuh. Jatuh, seringkali adalah ancang-ancang menuju lompatan besar bangunan keberhasilan. Meski tak pernah ada jaminan berapa lama hayat dikandung badan, setiap lompatan adalah pemenuhan hak diri tuk bergerak menuju kesejatiannya.
tulisan yang menghentak, semoga tak ada lagi detik yang tak berarti mulai saat ini, karena setiap detik akan menjadi saksi … semoga kita semua senantiasa mampu bergerak dan hanya dalam kebaikan. keep move on 🙂