Kapan Kita akan Sadar?

Mengamati balita makan, beberapa hal terlintas dalam benakku. Betapa orang tua dan para pengasuh perlu berjibaku, memutar otak memastikan sang anak makan hingga terpenuhi gizinya. Makan itu penting, apalagi bagi anak yang dalam masa pertumbuhan. Kekurangan gizi berarti fatal bagi perkembangannya. Namun sang anak, sebagaimana pada umumnya anak, tak terlalu peduli. Makan belumlah menjadi aktivitas yang berarti baginya. Makan, bahkan sering tampak menjadi aktivitas yang membosankan bagi anak. Ia belum tahu arti penting makan bagi keberlangsungan hidupnya, masa depannya. Orang tuanya lah yang peduli.

Ah, demikiankah pula pada diriku? Aku tak tahu betapa Tuhan telah sedemikian baik memberikan jalan, mengajarkan ilmu dan hikmah, menurunkan utusan sebagai teladan. Bagiku cukup menjalaninya, meneladani utusannya. Patuh pada perintah, jauhi larangan. Sebab pada perintah itu memang ada kebaikan bagi diriku sendiri. Mematuhi perintah sungguh bukan untuk kepentinganNya. Sebab pula pada larangan itu memang ada keburukan bagi diriku sendiri. Terlanggarnya larangan sungguh tak mencelakaiNya barang sedikit pun.

Dia sungguh tahu tabiat ciptaanNya. Bagaimana tidak, sedang setiap hal berada dalam genggamanNya, kekuasanNya, pengaturanNya? Sebutlah satu hal, jikalau mampu, yang mampu dihasilkan manusia, tanpa menggunakan apa yang telah Dia sediakan di alam? Sebutlah, jika ada, manusia yang mampu menciptakan makhluk hidup serupa dirinya? Sebab Dia tahu ciptaanNya, Dia pula yang tahu bagaimana diri ini kan selamat hingga kembali kelak. Segala petunjuk yang telah terjaga itu sungguh tinggal dipatuhi.

Duhai, betapa durhaka diri ini? Dia telah bermurah kasih sayang, namun diri ini tak peduli. Serupa balita nan mengerang kala disuapi, padahal makan itu demi kebaikan dirinya, keberlangsungan hidupnya. Barulah kala ia beranjak dewasa, tahu lah ia rasa lapar, pahamlah ia pentingnya gizi.

Tapi kapan kita kan merasa lapar akan petunjuk? Dahaga akan hidayah? Demi menyadari bahwa kita lah yang membutuhkan ketaatan. Duhai, jangan sampai baru di hari akhir kita tersadar, kala tak berlaku lagi segala pertaubatan. Moga kesadaran itu ada kini, detik ini, sebelum ajal menjelang.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *