Kapan Saya Membutuhkan Coaching?

Yang paling jelas, saya membutuhkan coaching kala saya ingin mencapai sebuah tujuan. Jangka panjang maupun pendek. Jangka panjang misalnya adalah pengembangan bisnis, pencapaian karir yang lebih tinggi, perpindahan karir, dll. Jangka pendek contohnya adalah pencapaian target yang lebih tinggi, ekspansi pasar, dll.

Nah, dalam proses mencapai tujuan itu, tentu akan ditemui berbagai kendala, baik berasal dari luar maupun dalam diri. Dari luar, semisal peraturan, kebijakan, sumber daya yang terbatas. Dari dalam, contohnya kepercayaan diri, ketidakyakinan akan kemampuan, keterbatasan informasi, belum terbentuknya keterampilan, dll.

Kerap saya temui, kendala dari luar bisa dengan mudah teratasi—atau setidaknya mencari jalan mengatasinya—ketika kendala di dalam diri lebih dulu terselesaikan. Contoh, seorang manajer baru mengalami kendala mencapai target departemennya karena memiliki anggota tim yang kurang bisa bekerja sama dengan baik. Ini kendala dari luar. Nah, ketika dalam kondisi ini sang manajer stres dan merasa minder dengan kemampuannya memimpin, sulit baginya untuk menemukan cara mengelola tim yang baik. Keyakinan diri yang kokoh bahwa setiap orang bisa belajar lah yang akan mendorongnya untuk belajar dan berlatih keras berbagai keterampilan pengelolaan tim, yang akhinya membuatnya mampu memimpin dengan baik.

Begitu pula dengan seorang pebisnis baru yang ingin melebarkan sayapnya. Ia jelas perlu modal tambahan (kendala dari luar). Hanya saja, ia masih memiliki ketakutan bahwa adanya investor lain dalam bisnisnya akan menjadikan ‘kebebasan’-nya berkurang (kendala dari dalam). Nah, ketika ia berhasil mengatasi kendala dari dalam, mudah baginya untuk bergerak mencari mitra yang cocok.

Lain lagi seseorang yang sudah berumur dan belum menemukan jodoh. Kendalanya bisa jadi dari luar, yakni belum adanya calon yang cocok. Namun itu bisa saja terjadi sebab ia yang belum memiliki kejelasan tentang kriteria calon yang dicari, didasarkan pada desain kehidupan rumah tangga yang dikehendaki. Begitu ia mampu merumuskan dengan jelas, jauh lebih mudah ia untuk paling tidak mencari ‘pasar’ yang memungkinkannya mendapati calon seperti yang diharapkan.

Jadi dalam coaching, kita mengatasi masalah juga. Bedanya dengan terapi, kita tidak fokus pada masalah itu. Sebab masalah selalu ada, kita atasi masalah yang menghambat kita mencapai tujuan saja. Saya tidak perlu mengatasi rasa takut terhadap cacing, kalau saya tidak hendak berbisnis cacing, atau tidak sering-sering bertemu dengan cacing. Tapi saya perlu mengatasi kecemasan berbicara di depan umum, jika saya hendak menjadi pimpinan perusahaan, yang kerap memberikan pidato pembukaan dalam berbagai acara.

 

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *