Tentang Profesionalisme

Kata profesional berasal dari kata profesi. Menggunakan pemaknaan bebas dari bahasa Inggris, kita mungkin bisa memahami profesi sebagai pekerjaan. Sebagai kata benda, pekerjaan mengandung di dalamnya beragam aktivitas yang berada dalam satu rumpun. Pekerjaan sebagai kasir, misalnya, mencakup rangkaian aktivitas pembayaran yang tak sekedar menerima atau menyerahkan uang. Maka seorang kasir yang profesional adalah ia yang menguasai seluruh rangkaian pekerjaan itu. 

Lalu bagaimana dengan profesionalisme? 

Sesuatu dikatakan sebagai ‘isme’, biasanya karena ia telah naik tingkat dari ranah tindakan ke ranah pemikiran, bahkan keyakinan. Maka profesionalisme, dapatlah kita maknai sebagai keyakinan yang mendalam tentang profesi atau pekerjaan yang kita jalani. Profesionalisme seorang dokter ditandai dengan keyakinannya pada seperangkat kompetensi dan keseluruhan filosofi yang melandasinya. Bahwa pekerjaan itu penting, sehingga tak sembarangan dijalankan. Ia mesti dilakukan dengan penuh kesungguhan. Ada kebanggaan dan kehormatan di dalamnya. Jadilah orang yang asal-asalan dalam melakukan tugasnya kerap kita sebut sebagai ‘tidak profesional’. 

Bahasan ini menarik perhatianku sebab aku teringat pada komunitas yang berkembang pesat beberapa tahun terakhir. Ibu Profesional, namanya. Seorang ibu tentu sudah merupakan peran yang amat mulia. Namun baru belakangan ini sepertinya kata ibu itu disandingkan dengan kata profesional. Ya, artinya, ibu dianggap sebagai profesi. Dan karenanya mengandaikan seperangkat kompetensi. Jika dibalik pertanyaannya, adakah ibu yang tidak kompeten dan karenanya tidak profesional? Dalam pengandaian ini, jadi ada. Maka komunitas ini memang kemudian menyusun berbagai kegiatan dan program belajar bersama untuk bersama-sama membangun kompetensi itu. 

Tapi aku bukan sedang ingin membahas soal komunitas. Aku ingin membahas tentang profesionalisme itu sendiri. Fenomena komunitas yang ku sebutkan di atas seperti memantik pemikiran bahwa segala pekerjaan yang ditekuni, pada akhirnya membutuhkan profesionalisme.

Sebab pekerjaan yang ditekuni, akan terus ada, jika dan hanya jika ia menghadirkan manfaat. Dan kenyataan bahwa ia menghadirkan manfaat, maka ia dibutuhkan oleh orang lain. Dulu sekali, tak ada profesi ojek. Lalu ia muncul hingga kini bertransformasi menjadi ojek online. Ketika menjadi ojek online, fungsinya berkembang sangat banyak, hingga menjadi kurir barang dan pesan antar makanan. Jadilah ia sekarang sebuah profesi yang memerlukan seperangkat kompetensi kompleks dan standardisasi dalam pelaksanaannya. Bahkan para driver sudah biasa membentuk paguyuban dan asosiasi untuk saling mendukung satu sama lain. 

Kembali ke soal profesionalisme. Karena sudah ada orang yang mengambil manfaat dari profesi kita, pada saat yang sama ada orang yang mengandalkan keahlian kita itu. Sebuah restoran yang menuliskan ‘buka jam 08.00’, harus mengandaikan bahwa ada orang yang mengandalkan kesiapan restoran dan produk mereka di jam 08.00. Meskipun pengunjung yang datang pada jam tersebut tidak banyak, mereka tetap harus membuka dan siap jam 08.00, sebab kemungkinan besar ada orang yang mengandalkan kita. Entah mereka sedang kelaparan di pagi hari, atau bahkan ingin menjamu tamu dan percaya bahwa menu makanan dan suasanya cocok di situ. Maka tak ada alasan untuk mengatakan pada diri, “Ah, hari ini santai aja lah. Buka jam 10 aja. Toh biasanya jam 8 juga ga ada pengunjung.” Sebab jika itu terjadi, dan pada saat yang sama ternyata ada yang datang, restoran ini jadi akan dianggap tak profesional. Ia tak dapat diandalkan. Lebih jauh, ia mungkin mengecewakan. 

Dipikir-pikir lebih dalam, kehidupan kita sehari-hari berjalan dengan lancar, sebab kita banyak mengandalkan profesionalisme orang lain. Jalanan yang kita lalui dan bersih, ada karena profesionalisme petugas kebersihan. Peralatan kantor yang mendukung pekerjaan kita, siap digunakan karena profesionalisme tim kebersihan, building management, IT, keamanan, dll. Komunikasi kita yang lancar melalui HP, terjadi karena profesionalisme penyedia jasa internet dan listrik. Profesionalisme orang lain adalah rezeki yang mungkin jarang kita syukuri. Sebab ketidakprofesionalan mereka bisa jadi menghambat kehidupan dan kenyamanan kita sehari-hari.

Demikianlah, menjadi profesional berarti menjadi insan yang bisa diandalkan oleh orang lain. Menjadi profesional berarti kita perlu terus menjadi diri yang andal, karakter dan kompetensinya. Disiplin. Sungguh-sungguh. Ahli. Mumpuni. Semakin kita andal, semakin banyak orang mengandalkan. Semakin banyak orang mengandalkan, semakin kokoh kita mesti menjadi. Sebab di sisi lain, kita pun sungguh teramat sering mengandalkan profesionalisme orang lain—banyak orang lain. Kehidupan kita yang damai, sejatinya ditopang oleh profesionalisme yang tak kita sadari. 

Jadilah salah satunya. 

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *