“Dua hal terpenting sebelum melangkah adalah: apa dan mengapa.”
Jangan pernah melangkah tanpa tujuan, sebab setiap tenaga yang kita keluarkan kan dipertanggung jawabkan. Persis sebagaimana nasihat yang mengatakan bahwa hidup tanpa impian, seperti naik taksi tanpa tujuan. Argo terus berjalan, sedang arah tak jelas. Hingga sudah mahal, nyasar pula.
“Menentukan apa,” tutur nasihat bijak, “lebih penting daripada menentukan bagaimana.” Ini benar. Hanya belum kuat. Sebab banyak insan yang tahu apa yang ingin dicapai, namun sebab tak punya alasan kuat untuk mencapainya, maka langkahnya tak pernah sekalipun terayun. Maka setelah tahu apa, lanjutkanlah dengan mengapa.
Manusia adalah makhluk makna. Dan makna, adalah hasil dari pelayanan kita terhadap alasan. Sebab alasan yang kuat, yang luhur, yang tinggi, serbuan makna hadir, hingga memenuhi diri dengan semangat sepenuh utuh. Lalu segala hal remeh tak sempat terhitung lagi.
Dan alasan yang kuat nan luhur, biasanya selalu alasan yang bergerak dari luar, ke dalam, lalu naik. Alasan yang kuat, bukanlah sesuatu yang ada di luar diri. Mudahnya: bukan material. Kala kita bergerak dari alasan di luar diri, alasan material, ke alasan ke dalam diri, seketika makna pun mulai bersemi. Namun jangan berhenti disitu. Teruslah menelisik alasan hingga naik, melangit, melayani Sang Pemberi hidup. Sebab naiknya alasan ke atas, menjadikan diri ini tersambung dengan sesuatu yang kekal, tak berbatas.
Ah, sambungan itu. Yang menjadikan alasan luar diri tak kuat, sebab ia fana belaka. Ia berbatas, hingga tak mampu memberi kita tenaga di luar batasannya. Sebab ia pun sama semata dengan kita. Namun alasan yang tinggi kan jadikan kita terhubung dan merasakan ketakberbatasan. Tunduklah kita, yang semakin tunduk, semakin pula jiwa ini melayang tinggi.
Tentukan apa, lalu mengapa. Apa, kadang menarik mata dan hati. Namun kala kita telisik mengapa, tahu lah kita akan makna yang tersedia di dalamnya.