“Pernikahan adalah tentang mengambil peran.”
Pernikahan, bukanlah soal menyatukan perbedaan. Sebab yang berbeda, kan tetap berbeda. Pernikahan, bukan juga soal menghilangkan perbedaan. Karena yang berbeda, tak mungkin disamakan.
Lalu, tentang apa kah pernikahan itu?
Sepuluh tahun menjalani, sejauh ini, di titik ini, kupahami pernikahan adalah tentang mengambil peran. Kehidupan memiliki banyak tugas nan mesti diselesaikan. Dan antara satu tugas dengan tugas lain, memerlukan insan dengan berbagai macam keahlian. Keahlian-keahlian itu, kerap demikian berbedanya, demikian jauh serupa bumi dan langitnya, sehingga satu orang tak mungkin memiliki kesemuanya. Pun jika ada orang yang sanggup menguasai banyak keahlian, ia takkan memiliki cukup waktu tuk menyelesaikannya.
Maka diciptakanlah kita, berbangsa-bangsa, bersuku-suku, untuk saling kenal-mengenal. Ketika saling mengenal, tetiba kita menemukan adanya orang-orang yang sanggup mengisi ruang-ruang kosong dalam kehidupan kita. Mereka bisa menjadi teman, sahabat, hingga pasangan hidup. Sebab ada memang orang-orang yang hanya cukup bertemu sesekali. Namun ada pula banyak tugas kehidupan yang memerlukan pertemuan lebih permanen. Perusahaan saja—di era outsourcing ini—tak mungkin berdiri tanpa karyawan tetap sama sekali. Begitupun para pengisi kehidupan. Ada orang-orang yang kita perlu ajak tuk bersinergi, saling mengisi, dari hari ke hari.
Itulah pasangan hidup. Ia yang kita pilih, namun sejatinya Dia telah pilihkan tuk diri ini sejak masa penciptaan. Tak mungkin tertukar. Memang, ada sebagian orang yang hingga akhir masa hidupnya tak memiliki pasangan hidup. Namun jumlah ini mesti tak banyak. Sebab kehidupan ini memerlukan generasi penerus. Dan generasi penerus, adalah mereka yang lahir, dibesarkan, dididik, oleh insan-insan berdedikasi.
Ada sebagian karakter pasangan yang mungkin tak kita suka. Namun Dia telah karuniakan diri ini kemampuan bersyukur. Yakni kemampuan tuk memikirkan sesuatu yang disukai, dan abai pada nan tak disukai. Pada pasangan, hendaklah ini yang kita lakukan. Pasanganmu memiliki peran yang berbeda dengan dirimu, wahai diri. Pada saat yang sama, ia pasti memiliki ruang untuk peranmu. Maka pada yang tak kau suka, bisa jadi itu ruangmu. Sedang pada yang kau suka, itulah perannya.
Pada akhirnya, kita kan dievaluasi berdasarkan peran yang kita jalankan. Maka pasanganmu, takkan dievaluasi atas apa yang tak sanggup ia kerjakan. Ia kan dievaluasi atas apa yang bisa dan telah ia kerjakan. Begitu pun dirimu.
Di titik ini, mari kita renungkan dalam-dalam. Apa saja kah peran yang telah diri ini jalankan? Apa saja peran yang belum dimaksimalkan, padahal sebenarnya Dia telah karuniakan diri ini tuk mengurusnya.
Tataplah, pasangan hidupmu dalam-dalam. Tembuslah hingga kedalaman jiwanya. Niscaya tak kau temukan selain karunia.
Semoga Allah memberkahi dalam susah dan senang. Dan mengumpulkan selalu dalam kebaikan.